Kacau! udah sejak tanggal 25 dec, sampe sekarang, Solo timur dan selatan tetep aja banjir. Sempet surut sih, tapi hari ini tadi masih aja banjirnya, kesian..
Sejak terakhir kali banjir besar, pada tahun 1966, Solo merupakan daerah steril bencana (kecuali bencana yang diakibatkan massa pendukung salah satu calon presiden yang gagal dan geger cina di tahun 1998). Namun sekarang, ironisnya, setelah beberapa hari ketok palu di Bali masalah Global Warming, Solo dan wilayah disekitarnya sudah mendapat efek dari bencana global tersebut. Solo bagian timur, dimana dilewati sungai bengawan solo, daerah sekitar Pucang Sawit dan Kampung Sewu, hancur diobrak-abrik banjir. Jalan Raya bagaikan toko mebel raksasa yang hancur disapu banjir, mulai dari sofa, kasur sampe mobil berlumur lumpur berserakan dijalan.
Lebih parah lagi daerah Solo selatan, Kampung joyotakan, semanggi, hampir seluruh daerah rendah berpenduduk padat, direndam berhari-hari oleh banjir. Ngeri banget ngga sih.. Beribu pengungsi tidur diemper-emper jalan, macet otomatis terjadi dimana-mana. Dan sempet juga buka posko pengungsi, kerjasama dengan PAPDI (persatuan ahli penyakit dalam) solo, melayani pengobatan bagi korban banjir di daerah Joyotakan.
Kasus terbanyak ialah common cold akibat terlalu lama
kontak dengan air dan udara malam kota solo. Terbanyak kedua adalah tertusuk paku saat beberes, tapi sayang kami memiliki keterbatasan dalam memiliki ATS. So, terpaksa merujuk RS untuk mendapat suntikan ATS...
Berapa puluh orang lagi yang akan tersiksa dengan "lock jaw" huwallohu 'alam bishowab..
Sunday, December 30, 2007
Banjir maning..
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 8:38 AM 3 Kumentar
Disertai medicine
L'epicerie
Saat masuk ke dalam bistrot ini kesan yang saya temui pertama adalah interiornya yang sangat sederhana, mirip sebuah toko kelontong tua yang menurut saya jauh lebih elegan dari disain-disain interior kafe-kafe dan resto modern.
Interiornya sangat "hangat" dan familier, walau terkesan tidak mewah tapi benar-benar chic. Mulai dari reklame-reklame lawas yang dipasang didinding, hingga lemari klontong yang berisi sikat lantai, bar soap, dan peralatan-peralatan "jadoel" lainnya.
Selain itu menunya, yang sebagian besar berupa tartine, sebuah roti keras a la eropa, yang dibakar dan diberi topping beraneka ragam, mulai dari tuna, angsa hingga madu dan almond, sangat menggugah selera. Walau porsi eropa yang cenderung posi nanggung dan porsi buat jaim (nggak seperti makanan solo yang porsinya bejibun), tapi rasanya pas diperut, nggak bikin kenyang, tapi udah ngilangin laper.
Masalah harga, yah lumayan mahal buat kantong WNI, sepiring roti bakar dihargai 40 ribu sampe 70 ribuan rupiah. Padahal di solo dengan harga segitu bisa dapet seember roti bakar + keju dan coklat, huehehehe. Tapi apa sih yang nggak buat sekedar pengalaman. Yang penting bagi saya "sudah pernah mencoba" dan wareg...
Cheers..
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 7:28 AM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
Saturday, November 10, 2007
Le Bistro de Paris
Siang itu cuaca di Paris sangat tidak bersahabat, niatnya ingin jalan-jalan ke Eiffel, malah kena ujan ditengah jalan. Saya, beberapa teman Indonesia, dan Katya, teman peranakan Russia yang udah lama tinggal di Normandy, mengajak kami berkeliling Paris. Dengan menaiki metro jalur 1 kami turun di Concorde, setelah berjalan mengitari concorde, kami menyusuri jalanan kota Paris menuju Champ de Mars dengan rencana menuju Eiffel lewat belakang. Memang mendung tak lagi mampu menahan air hujan, breeeessss.... tiba-tiba hujan turun.
tanpa pikir panjang, dan mumpung kita lagi laper, langsung saja masuk ke salah satu Bistro. Memang sih, bagi ukuran orang Indonesia, semua makanan di Paris memang tergolong mahal. Yah tapi kapan lagi bisa nyobain authentic Paris bistro. Setelah memutuskan, akhirnya kami pesan lasagna, walau bukan makanan khas Parisian, hanya ini makanan dengan sapi yang kami temukan, yang lain au porc! Hehe.. rekan saya Katya, memesan segelas vin rouge berlabel tahun 88 untuk menemani santap siangnya, sedang kami Indonesians wedang putih anyep sudah cukup.
Untuk seporsi lasagna 12 euro bukanlah duit yang sedikit, pikir saya di Solo saya bisa mendapat lebih dari 12 porsi nasi liwet Wongso Lemu yang sudah terkenal mahal. Namun mau nga mau, akhirnya kami iklas-iklas saja, walau raad berat pasta dan daging sapi giling ini melaju di tenggorokan. Hehehe.. ditemani sekerat Baguette, kami merasa makanan kegemaran Garfield tersebut, memang benar-benar tasty. Memang beda dengan yang saya biasa makan di Pizza hut, atau di kondangan, hehe.. dilengkapi dengan salad berdressing oilum olivarium, sungguh benar-benar sedap.
Akhirnya suapan terakhir lasagna menutup tetes terakhir air hujan yang jatuh ke canopy khas bistro Paris...
Kapan ya bisa menikmati hal ini lagi....
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 6:07 AM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
Wednesday, October 31, 2007
Apoptosis..
Kunci dari program maha hebat ini adalah sebuah protein yang bernama caspase, tanpa protein ini apoptosis tidaklah mungkin terjadi. Caspase disekresikan oleh mitokondria suatu sel, dengan bantuan beberapa mediator kimiawi. Enzim caspase kemudian akan mengaktifasi apoptosis pada sel dan voila program dahsyat ini terjadi..
Maha besar 4JJ yang menciptakan program maha dahsyat dan indah ini..
ketika sebuah sel berniat bunuh diri, ces't magnifique...
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 6:14 AM 0 Kumentar
Disertai Medical Education
Wednesday, October 24, 2007
Le Bistro..
Kata-kata bistro, yang sekarang lagi ngetren di jagad kuliner Indonesia awalnya beasal dari kafe-kafe jalanan yang menjamur di daerah Paris dan sekitarnya, nama ini kemudian sering diadaptasi oleh pengusaha-pengusaha kuliner untuk menginternasionalkan nama warung makannya atau sekedar biar keren, hehe padahal nama "warung" menurut saya lebih keren dari sekedar bistro atau bistrot.
Bistro sendiri memang menjadi ikon kuliner Paris, yang dipenuhi kafe-kafe romantis di hampir seluruh sudut kota. Bahkan lukisan Mentor Huebner diatas, yang digambar tahun 1962, melukiskan authenticity sebuah bistro yang berada di depan Pantheon, temple de la nation.
Tau atau ngga tau tuh para pengusaha resto yang asal comot bahasa orang tentang asal nama bistro, sebenernya bukan kata asli dari bahasa Prancis, nama Bistro sendiri dikenal oleh warga Prancis saat Perang Napoleonic, dimana saat tentara Russia merangsek masuk La ville de lumiere. Gara-gara bertempur tak kenal lelah, tapi laper juga, tentara Russia terpaksa makan di banyak warung yang tersebar di seantero Paris, mungkin saking kelaparannya orang-orang Russia berteriak-teriak pada mpunya warung dengan bahasa быстро! быстро! yang kalo dilatinkan berarti Bistro! Bistro! atau Inggrisnya Quickly! yang kalo di Indonesiakan "cepetan bos!"
Alhasil sekarang, makanan yang disajikan di kafe dengan sistem cepat mungkin kalo di Amrik orang kenalnya fast food, dinamakan sejak saat itu menjadi bistro. Dan bistro biasanya menyajikan makanan yang ga bertele-tele membuatnya kalo di Prancis sendiri, bistro biasa menyajikan steak au poivre, French onion soup, dan coq au vin, namun seiring berkembanya jaman, makanan yang disajikan di Bistro pun semakin
beragam, namun tetep simpel.
Beruntung juga kemaren sempet nyobain makan siang disebuah bistro laris di sudut kota Strassbourg dan Paris, untuk ulasanya yang satu ini tunggu posting saya berikutnya...
Merci, Au Revoir..
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 6:21 AM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
Sunday, October 14, 2007
sate samirono
lebaran hari ke-3 kami sekeluarga berencana melancongke Jogja untuk bersilaturrahim kekeluarga besar ibu, sengaja kami berangkat siang hari agar kami dapat merasakan makan sian di Jogja. Pilihan kami pada waktu itu adalah sate kambing, maklum sudah sebulan puasa sate kambing. SAMIRONO, sebuah warung sate kambing dengan model jagrak Solo (bumbu kecap) tenar di Jogja akan kami jajal siang itu, kesan pertama kami kepada warung sate itu adalah penuh, banyak terlihat orang-orang dengan aksen ibukota dan beberapa warga jogja bejibun memadati warung sate samirono. Sebagai main course kami pesan sate kambing spesial, sate buntel, gule dan tongseng, lengkap dengan nasi dan es teh.
Suapan pertama sate, saya sudah kecewa, apalagi melihat penampilan tongseng dan gulenya, kemudian saya bertanya dalam diri saya, ada apa gerangan pada penikmat sate samirono ini? apa mereka belom pernah merasakan sate kambing Solo? Jauuuuh sekali kualitasnya... Bagaimana warung ini dapat bertahan berpuluh tahun hingga dapat membuka 4 cabang (kesemuanya di jOgja, mungkin tidak berani ekspansi ke Solo, karena jelas tidak laku, hehe..)
Dalam menikmati sate ada 3 kriteria pembuatan yang harus dipenuhi, yang pertama adalah kelembutan dan keempukan daging, dalam hal ini sate samirono emang bagus dalam mengolah daging kambing lembut dan empuk, untuk mendapatkan daging yang empuk dan lembut, biasanya pedagang memilih daging cempe (anak kambing) atau merendamnya dalam larutan nanas atau daun pepaya. Poin kedua yaitu output aroma sate, dapat diakali dari bumbu celupan sebelum pembakaran, car amembakar, dan penambahan gajih kambing dalam tusukan sate, aroma Sate samirono sangatlah tidak sedap, rasanyapun kurang nendang banget, dan yang paling memprihatinkan masih prengus kambing, sebagai catatan, prengus kambing memang sebagai aroma yang kadang boleh muncul dalam ste kambing, namun harus diminimalisir mungkin atau dihilangkan, agar si penikmat sate tidak terganggu.
Poin ketiga dan yang terpenting dalam pembuatan sate jagrak Solo ialah finishing touch nya, Kecap kelas wahid diperlukan, kecap khusus sate, dalam pemenuhan poin ketiga inipun Samirono tampaknya gagal dalam memanjakan lidah kami, para penikmat sate gagrak Solo.
Siang itu hanya umpatan yang ada dalam benak saya dan keluarga, selain itu sate buntel kok dibakar mirip steak, menggunakan jepit barbeque tanpa disunduk, kahanan opo maneh iki... dan bungkus lemak yang digunakan untuk membuntel daging cacah, prengusnya setengah mati.
Keadaan ini diperburuk dengan cara penyajian tongseng, tongseng kok dimasak pake kompor gas, ya aromanya nggak masuk, dan cuernya kaya duduh sop, mana kobis yang digunakan masih mentah, jadi tidak ikut dimasak, sungguh bikin males...
Masalah gule lain lagi problemnya, usus masih dibiarkan panjang, jadi nggak dpotong-potong pendek dulu. oalahhh... kami sungguh malu bila tau ada makanan kaya gini kok jadi acuan di Jogja...
Bu tutik dan pak Bejo solo, kalian tetap nomer 1...
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 9:45 PM 2 Kumentar
Disertai Indo cuisine
Saturday, October 13, 2007
international cuisine # 7 Foie Gras
Kalau di Indonesia ada sapi glonggong, beda lagi dengan Prancis, mereka punya yang namanya Bebek Glonggong. Ada persamaan di kedua "hewan" glonggongan ini yaitu menaikkan harga produk daging akhir. Tapi biasa lah, hehe.. Indonesia selalu memakainya untuk tindakan curang dan kriminal. Dan beda keduanya kalo sapi glonggongan, butcher mengglonggong dengan air, tapi kalo bebek glonggongan, butcher mengglonggongnya dengan makanan ternak.
Bebek glonggongan ini sengaja dibikin "gemuk" dengan force feeding makanan ternak untuk mendapatkan bebek yang sedikit berpenyakit, kata istilah kedokterannya sih fatty liver atau perlemakan hati. Kata orang Prancis, hati bebek yang berlemak lebih nikmat sebagai bahan pangan, dasar gourman-gourman tidak berperi kehewanan..
Foie Gras dibikin dengan menghancurkan fatty liver tersebut dan dicanned, kemudian dapat dibikin makanan olahan atau sekedar spreading untuk sour dough bread, atau sekedar baguette, mirip dengan kaviar (Sturgeon Egg) dari Russia. Dan canning foie gras ini dijual dengan harga Masya4JJ tinggi.. sekaleng foie grass ukuran 150 gram bisa dijual dengan harga 100 Euroo!!!
Sempet sih mampir di sebuah toko keluarga yang jual Foie Gras di Strasbourg, tapi begitu liat harganya, wah jiper banget buat nyobain, hehehe.. maklum orang Indonesia, makanan Indonesia lebih enak kali yaaah..
ada sih rencana bikin Foie Gras sendiri di Indonesia, tapi mending makan bebek Slamet Kartosuro, paling juga lebih enak, hehehe...
viva makanan Indonesia.
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 9:34 PM 1 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
Wednesday, October 10, 2007
International Cuisine #6 Kougelhopf
Ditilik dari namanya roti khas Strasbourg ini mirip nama dari Jerman, emang bener, dulu Strasbourg memang salah satu kota Jermanyang hilang saat WWII. Kougelhopf, roti yang menjadi icon Strasbourg selain Stork(bangau pembawa bayi dari mitologi barat) nya. Banyak cetakan-cetakan Kougelhopf yang dijual sebagai souvenir khas Strasbourg, mulai dari ukuran mini (diameter 10cm) sampai loyang ukuran maxi semua tersedia, tidak lupa semua cetakan Kougelhopf dibuat dari porselen.
Kata buku panduan kami, Kougelhopf terenak bisa didapat di daerah sekitar Austerlitz, penasaran dengan rasa roti bertabur gula halus ini, Austerlitz merupakan tujuan pertama saya setelah tiba di Gare du Strasbourg. Kata orang Eropa sih mak nyuss, kata teman saya, Lina Waibel juga must to try.. ga bakal nyesel..
Sesampai di pattiserie di sekitar Austerlitz, langsung saja saya merogoh 6Euro untuk 2 Kougelhopf kecil, rencananya akan saya berikan pada Chris, teman Jerman yang menemani kami pada perjalanan itu. Tak dinyana setelah dicoba gigitan pertama, hahahaha.. dalam hati saya ngga ada bedanya dengan donat kentang berbungkus gula halus pemberian almarhumah simbah saya yang dari Jogja..
Oalah... jadi ini to rasa Kougelhopf, paling tidak, sayasudah pernah merasakannya sebagai pengalaman..
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 2:48 AM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
Monday, September 10, 2007
Strassbourg
d'Strassbourg seperti stasiun-stasiun central eropa lainnya, tapi setelah keluar, Ohlala...sebuah kubah kaca besar menyelubungi Gare dengan sangat anggunnya.. konon critanya kubah kaca ini cuma untuk menyambut TGV yang bakalan menyambangi Strassbourg sebagai salah satu destinasi dan tempat keberangkatan.
Kami menghabiskan hari itu seharian dengan berjalan kaki, tak lupa kita beli roti Kougelhopf, roti khas Strassbourg, buat makanan yang kami temukan akan saya post di international cuisine series yah... Kami menyusuri jalan-jalan dengan berbekal peta yang kami dapat dari tourist info di Gare dan kompas yang tertanam di jam Casio saya. Tujuan pertama kami adalah Austerlitz, samanya sih bau-bau jerman, Paris juga punya nama kaya gini, konon kabarnya Strassbourg emang kota punya Jerman sebelum WWII tapi gara-gara kebodohan Hitler, ilang deh diambil Prancis, huehehe..
Jaringan public transport yang di instalasi untuk kota sekelas strassbourg adalah trem listrik, trem listrik strassbourg adalah trem listrik yang bener-bener futuristik, bedaaaa jauh sama trem listrik Polandia juga punya Jerman, selain shape yang Elegant, juga terkesan keren, emang pantes kota ini jadi ibukota Europe Union, dan bakalan menjadi Capitol of Culture Europe 2010.
Nggak lupa kami sight seeing ke kota tua, ngga lupa kami mampir ke basilika Notre Dame, namanya sih sama persis sama yang di Paris, tapi soal keindahan, ini adalah gereja termegah yang pernah saya lihat, juga gereja terindah setelah gereja Katedral Krakow Poland. C'est formidable.... Ngga lupa tetep ada hiasan Gargoille yang jadi ciri khas Notre Dame..
Le petit France, nama yang juga indah buat didengar, ternyata emang bener-bener tempat yang indah n romantis, La region du amore..
Strassbourg, hopefully, bisa kesana lagi pas honey moon ku kesekian...
Amien..
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 7:03 AM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad
Monday, August 6, 2007
International Cuisine #5
Suatu hari sejawat saya dari Brazilia membuatkan sebuah desert manis dari coklat, bila dilihat dengan seksama nampak seperti saus chocolate fondue, namun tanpa buah atau makanan kecil untuk pencelup. Sebenarnya bila dilihat sekilas, hanya berupa chocolate melted sederhana, namun belum sempat berfikir panjang, tak sabar lidah ini untuk segera mencoba.
Ces't magnifique!
suapan pertama memberi kesan yang sangat lembut, tidak terlalu manis, namun berkesan sedikit gurih, dan sangat terasa sekali susunya. Memang bener-bener choc au lait yang sempurna, sesuai dengan namanya (susu dalam coklat).
Namun memang, akan lebih sempurna lagi bila kita menambahkan elemen-elemen tertentu sebagai penambah rasa, dan mepergunakannya sebagai saus fondue, sehingga rasa nikmat pada suapan pertama, akan terus dapat dinikmati pada suapan-suapan berikut.
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 11:07 AM 1 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
Sunday, August 5, 2007
International cuisine #4
Kalau mendengar kata coklat, Eropa adalah kiblat bagi paca chocaholic maupun rumah para dewa chocolatier dunia walaupun biji-biji kakao terbaik dunia tidak dihasilkan di benua Eropa, namun di Venezuela dan Afrika (tak ketinggalan pulau Jawa-walau tidak begitu terkenal). Begitupun di Polandia, alkisah ada seorang master chocolatier bernama Karol Ernest Wedel yang membuka usaha coklat "E. Wedel" di Warsawa pada tahun 1851. Toko ini kemudian meledak dipasaran dan akhirnya diambil alih putranya Emil sebagai hadiah pernikahannya. Setelah sempat berganti nama menjadi "22nd July" karena nasionalisasi pemerintahan komunis Polandia setelah perang dunia kedua, E. Wedel sempat mengalami surut, karena ditinggal penggemarnya. Namun sekarang E. Wedel kembali berjaya sebagai salah satu penghasil coklat konsumsi terbaik di Eropa bahkan di Dunia (walau sekarang telah dimiliki oleh perusahaan coklat raksasa Cadburry).
Sore itu saya beruntung mencoba salah satu gerai E. Wedel di sudut jalan pantai Sopot (salah satu dari Trojmiasto, tiga kota wisata Polandia, Gdansk, Gdynia & Sopot) selain menikmati arsitektur kedai yang bergaya reinassance banyak sekali pilihan es dan "wedang" coklat yang ditawarkan, juga tak ketinggalan bourbon dan beberapa potong coklat dengan campuran buah dan liqueor sebagai teman minum coklat.
Tak menunggu lama saya sebagai penyuka white chocolate, memesan hot white classic cocholate with stawberry (buah kesukaan saya), dan teman saya waktu itu memesan Classic chocolate with almond, dan juga classic chocolate with orange. Saya akui minuman sore itu berat untuk saya. Beda dengan wedang coklat yang biasa saya minum di Jawa (dengan kemasan coklat bubuk bergambar windmollen) wedang coklat E. wedel berasal dari coklat bar yang dimelting pada suhu tertentu dan diberi campuran susu murni sehingga meleleh dan dapat dipertahankan dalam kelembutan dan viskositasnya. Bagi saya yang tidak begitu menyukai rasa manis, minuman sore itu memang super ekstra manis, namun tak dapat dipungkiri, sore itu saya beruntung menjajal salah satu minuman surgawi...
memang wedang coklat E. wedel pantas menempati most recomended drink, you should try before you die!
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 3:27 PM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
International Cuisine #3
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 3:07 PM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, International Cuisine
Friday, August 3, 2007
My Abroad Birthday...
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 12:05 AM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad
Thursday, August 2, 2007
Tribute to Endokrinologii
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 3:28 PM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, Medical Education
Laparoscopic Surgery Training
Setelah saya bercerita panjang lebar mengenai Swissmed, saya akan menjelaskan sedikit mengenai training laparoscopic surgery ang kami lakukan. Training ini dibagi menjadi 3 sesi, videosession, dimana kita dijelaskan panjang lebar mengenai laparoscopic surgery, atau videoscopic surgery, dan beberapa tehnik dan video pembedahan laparoskopik. Sedikit yang dapat saya terangkan disini, laparoskopik adalah suatu tehnik pembedahan dengan minimal invasif, yang memiliki tujuan utama untuk kosmetik dan psikologis pasien, dengan menggunakan peralatan endoscopic dan beberapa arm yang dimasukkan melalui trokar kedalam organ dalam pasien yang sebelumnya telah diberi CO2, untuk memberi ruang bagi kamera.
Sesi kedua pada pelatihan ini adalah praktek menggunakan peralatan laparoskopik asli pada sebuah alat khusus, dengan seorang sebagai operator dan seorang lagi menjadi kameraman. Misi yang dicapai pada latihan sesi kedua ini adalah mencatat waktu secepat mungkin untuk memasukkan 10 kancing baju kedalam kancing, kemudian tehnik kamera terbalik, menjahit kancing baju, yang kesemuanya menggunakan arm yang kita kontrol dari luar alat.
Sesi ketiga adalah sesi yang paling menyenangkan, dimana kita bisa berlatih memotong, ligasi, adhesiolisis dan cholecystectomy, menggunakan mesin virtual reality, dan yang paling menyenangkan, saya dapat sertipikat. Huehehehe...
So, tambah lagi satu ahli videoskopik surgery di Solo...
Hehehe..residen bedah UNS kalah niii yeee ma koasnya... makanya jangan kemaki..
Dikemoekakan oleh Cardio Chef Djam 3:10 PM 0 Kumentar
Disertai Going Abroad, Medical Education