Monday, May 25, 2009

Champs Élysées bernama Tanah Abang



Saat ini hobi baru saya adalah mengunjungi pasar grosir tanah abang (orang Betawi biasa bilang Tanabang) blok A di Jakarta Pusat, paling tidak sebulan sekali saya menyempatkan diri untuk bersilaturahim dengan para penjual pasar Tanabang untuk sekedar menyambung hidup di Jakarta ini, berbelanja baju dan tas disana dan dijual kembali di tanah kelahiran. Yah selain berprofesi sebagai seorang dokter, darah pedagang masih terlalu kental mengalir dalam diri saya, maklum kedua nenek saya adalah pedagang legendaris, Ibu Hj. Adnan, yang terkenal dengan batiknya disebuah sudut pasar Klewer dan Ibu Hj. Minarso, dengan toko klontongnya di pojokan perempatan Gondomanan Jogja.
Dahulu sebelum ada blok A, rasanya malas sekali untuk bertandang ke Tanabang mengantar ibu, namun sejak pusat perbelanjaan bergaya timur tengah itu mulai didirikan tak segan rasanya untuk pergi dan berbelanja disana. Setiap saat saya berbelanja, setiap saat itupula saya selalu melihat ada yang baru di Tanabang. Bangsa Indonesia, khususnya warga Jakarta harusnya sangat bangga memiliki pusat tekstil dan produk turunannya selengkap ini...
Tidak jarang mata saya melihat barang-barang bermerek Internasional bertengger diatas rak pajangan para penjual tas, mulai dari Louis Vuitton, Burberry, Coco Channel, Bonia, Anna Sui hingga Hermes yang dahulu kebanyakan hanya saya temukan dan lihat dibutik-butik mereka yang berjajar rapi di Avenue des Champs-Élysées, Paris. masalah kualitas, walaupun lebih banyak yang merupakan barang knock off (replika), namun banyak juga barang dengan kualitas istimewa yang tidak kalah dengan barang butik asli. Menurut saya, apalah arti sebuah tempat membeli, asal si empu pede aja, barang tanah abang bisa tampak seperti barang Champs-Élysées asal cocok, pede dan tidak berlebihan dalam pemakaian! Bahkan tak jarang, orang-orang berlogat Malay dan Singlish (Singaporean English) bercakap menawar barang disalah satu sudut pasar Tanabang. Mungkin mereka akan menjual kembali barang Tanabang dinegara mereka, dan dibeli oleh orang-orang kita yang sedang berwisata ke negri tetangga.
Pasar tekstil terbesar se ASEAN yang konon berdiri sejak tahun 1735 ini juga menyediakan berbagai macam parfum yang tidak kalah komplit dengan Sephora, sebuah jaringan butik parfum yang biasa terletak di kota-kota utama dunia. Masalah harga cincai lah... sebuah hobbos handbag gucci seharga 150.000 terbeli setelah tawar menawar yang alot, akhirnya dipakai istri karena modelnya yang catchy, 2 buah purse Anna Sui edisi vintage floral berhasil didapat setelah merelakan uang 150.000, sebuah untuk kado adik ipar, sebuah direlakan untuk hadiah ulang tahun kakak, postman bag coklat berlabel Mont Blanc dengan sertifikat produk asli Prancis dilego dengan harga 350.000, dan sekarang telah terbungkus rapi bersiap untuk menjadi hadiah ulang tahun bapak.


Permasalahannya disini bukan masalah mencintai merek dalam negeri atau tidak, walaupun segala sesuatu yang saya sebutkan diatas merupakan top brands dibidang apparel fashion, sebagian besar produk adalah bikinan tangan-tangan terampil manusia Indonesia yang gagal memenuhi kualifikasi ekspor. Saat berkesempatan berjalan-jalan di Paris dulu, sering saya melihat orang-orang bertampang Indonesia yang keluar dari butik Louis Vuitton dengan menenteng kardus-kardus dan tas berlogo LV, saat itu dalam pikiran saya, alangkah kaya nya orang tersebut, disaat rekan saya seorang dokter Russia yang telah lama tinggal di Normandy pun hanya mampu berujar cukup sekali saat natal, kami mampu membeli tas Louis Vuitton. Namun saat saya mengetahui betapa kaya nya kreatifitas dan produksi Indonesia, alangkah bodohnya orang-orang yang hanya mengejar gengsi menghamburkan devisa hanya untuk sekedar berbelanja di suatu Sale di Singapura, Milan, atau Paris...
Mungkin suatu saat predikat "La plus belle avenue du monde" bisa pula disandang oleh suatu jalan di tanah air yang tidak saja memperlihatkan keindahan nya juga mampu menarik wisatawan dengan harganya yang masih dijangkau rasio!
Mau bicara tekstil dan produk turunannya, Indonesia-lah surganya...

Saturday, February 21, 2009

Puyeng..Puyeng..Puyer...


Beberapa minggu terakhir santer diberitakan oleh stasiun TV swasta tertua kita mengenai pro kontra peresepan puyer untuk pasien anak-anak. Menurut saya, sangat pemberitaan tersebut sangat tidak berimbang, dokter terkesan dipojokkan dengan peresepan polifarmasi, yang sebetulnya tidak semua dari kami merepsepkannya. Sebenarnya huru hara puyer ini dimulai dari liputan investigatif mengenai sebuah apotek yang kurang menjaga higyne dengan menggerus obat menggunakan chopper yang sangat kotor oleh bekas-bekas obat, eeeehh.. nggak lama kok malah dokter yang ngresepin puyernya yang digunjingkan, sungguh aneh...
Saya berpendapat, kok kelihatannya ada pemelencengan berita yah.. dari yang semula membahas chopper untuk obat-obatan yang masih tercampur obat lama, menjadi dokter yang dituding tidak profesional karena masih meresepkan puyer. Mungkin, ada pesanan beberapa pihak untuk sengaja dibelokkan biar, obat paten lebih dilirik untuk diresepkan, karena bila penggunaan puyer tetap tinggi, toh obat paten yang hargana masih mahal bagisebagian besar masyarakat Indonesia itu kurang laku!
Anyway, bu Mentri kita yang menurut saya hebat! telah memutuskan bahwa puyer adalah obat terbaik bagi anak-anak Indonesia... Sebenernya sih saya tidak kontra juga tidak pro banget dengan puyer. Toh kami para dokter, tetap kecipratan lebih banyak bila meresepkan obat paten, tapi yang disayangkan, kami masih memikirkan lemahnya daya beli sebagian besar masyarakat akan obat paten, selain itu banyak keluhan orang tua mengenai sulitnya putra-putrinya dalam menelan obat, yang notabene, banyak yang ditujukkan untuk dewasa (karena kurangnya sediaan obat paten yang dikhususkan bagi anak-anak di Indonesia ini-e.g: dexametason, mefenamic acid), juga kultur masyarakat yang kurang puas bila hanya diberi satu macam obat. Toh anak-anak tersebut juga capat sembuh dengan diberi puyer! dan otomatis, pasien akan beralih ke dokter lain dan menjelek-jelekkan dokter yang kurang beruntung tersebut kesemua kenalannya.
Memang, kalo menurut pendapat saya sih lain ladang lain belalang, jangan samakan kultur kita dengan kultur jurnal-jurnal penelitian yang sebagian besar ditulis oleh orang bule. Alhamdulillah saya pernah diberi kesempatan melihat seperti apa pharmacy mereka, seperti apa pharmacyst mereka, saya punya teman seorang pharmacyst dari Pecs, Hungaria, Ency Enyedi. Dari sediaan obatnyapun mereka lebih lengkap (dalam hal obat pediatrik) dibanding negri tercinta kita, pola penyakitnyapun kemungkinan besar beda, walau penelitian mengisyaratkan 80% penyebab common cold pada anak adalah viral infection, apakah tidak ada kemungkinan pola penyebab common cold di Indonesia berbeda? buktinya dengan pemberian antibiotik rasional (saya selalu meresepkan antibiotik syrup pada pasien anak, dan tidak pernah dipuyer) pada pasien pediatri akan lebih cepat meredakan panas dan batuk berdahak dibanding tanpa antibiotik.
Mungkin beberapa tips berikut berguna bagi sejawat dan orang tua pasien,
  1. selalu tanyakan pada orang tua pasien apakah obat mau dalam bentuk sediaan syrup, tablet atau dipuyer.
  2. jangan pernah memuyer antibiotik, apalagi dengan mencampurnya dengan puyer obat lain, sebab menurut saya, banyak kejadian alergi dan akan sulit untuk mentracing dari manakah obat yang menjadikan alergen selain itu sediaan syrup lebih mudah dan lebih disukai.
  3. jangan mencampur puyer antipiretik dengan obat jenis lain, karena disaat tubuh sudah mencapai suhu yang normal, antipiretik akan tetap teminum bersama dengan obat dalam puyer lainnya, gunakanlah syrup antipiretik, karena telah banyak tersedia di pasaran.
  4. antibiotik rasional hanya digunakan apabila pasien dengan pemberian antipiretik saja tidak kunjung sembuh setelah beberap hari, dan masih ada tanda-tanda infeksi, seperti batuk berdahak hebat, mucus berwarna kuning kehijauan, dan tenggorokan yang meradang.
  5. swap leukosit sukar dijumpai dalam praktek klinik di Indonesia, jadi jangan harap menemukannya, hahaha... dasar RCTI ada-ada aja tipsnya!
  6. Sebagai dokter, kita melakukan therapeutics trading, jadi pasien adalah raja, dan kita hanya menunjukkan jalan yang benar.
semoga berguna!

Habibie Siap Untuk Go Blog! Kembali

Hai, beberapa hari kedepan Blog ini akan saya aktifkan kembali...
Maaf sudah ahmpir setahun ditinggal hehehe.. ditinggal kawin, ditinggal makaryo.. pokoke sibuk!