Thursday, January 31, 2008

Serangan Lintah


Bhuhuhu...dari judulnya posting ini mirip judul film fiksi ilmiah gaya Hollywood, namun memang benar, sudah lama laporan serangan lintah pada manusia dilaporkan dalam dunia kedokteran. Tak ayal di Indonesia, dimana sebagian besar wilayahnya masih berupa hutan, dengan kelembaban tinggi dan suhu yang relatif stabil, suatu komposisi yang disukai lintah.

Lintah atau dalam ilmu taksonomi bernama Hirudo medicinalis memang merupakan hewan invertebrata yang tersebar hampir diseluruh dunia, hewan ini memiliki zat antikoagulan dalam liurnya yang akhir-akhir ini sering dipakai untuk pengobatan thrombus. Dalam bidang medis, banyak dilaporkan serangan akibat lintah, dan mayoritas dari pasien memang memiliki riwayat berwisata di daerah basah semisal pegunungan dan sungai / jeram.


Sebuah kasus yang pernah ditangani bagian THT RS Dr Moewardi Solo, ialah seorang pria dengan lintah yang "menyangkut" dalam rongga hidung. Pasien datang dengan keluhan lemas (anemia, karena darah yang dihisap lintah terus menerus dan dalam waktu lama), hidung buntu (karena ukuran lintah yang makin membesar), dan riwayat mimisan dan diteruskan dengan muntah darah / hematemesis. Mimisan diras berhenti karena darah yang keluar tidak dapat mengalir melaui lubang hidung luar dikarenakan adanya sumbatan lintah, dan akhirnya darah akan mengalir melalui lubang hidung belakang dan keluar sebagai muntahan darah. Setelah dilakukan scanning ditemukan adanya gambaran hiperdens pada daerah rongga hidung, setelah dilakukan endoscopy voila! ditemukan adanya lintah yang berukuran lumayan besar. Setelah ditelusuri, memang ditemukan riwayat pasien pernah berwisata ke daerah air terjun Grojogan Sewu di kawasan wisata Tawang Mangu Solo.

Kasus serupa juga pernah dilaporkan di Taiwan, bahkan kasus serangan lintah yang pernah dilaporkan di Eropa bermanifestasi menjadi perdarahan saluran kemih (hematuria) yang diakibatkan serangan lintah kedalam kandung kencing yang masuk melalui alat kelamin.

Jadi, alangkah lebih bijaknya untuk tidak berendam atau menggunakan air sungai untuk sekedar membasuh wajah, sejernih apapun airnya. Kita tidak akan pernah tahu bahaya yang selalu mengancam kita dibalik air jernih tersebut.

Cheers..

Wednesday, January 30, 2008

Anemia


Mungkin sebagian dari kita bertanya, apa hubungan gambar diatas dengan judul posting ini. Mungkin setelah membaca posting ini kita dapat menemukan benang merah antara gambar tersebut dengan anemia.
Sebenarnya gambar tersebut saya ambil saat saya mengendarai mobil menuju candi Sukuh di lereng gunung Lawu, biasa, kegiatan rutin mengantar mahasiswa kedokteran asing untuk jalan-jalan. Saat melewati jalur itu, sering saya menemui gambaran simbok-simbok desa memanggul beban berat menuruni atau menaiki bukit, dan setiap melihat peristiwa itu, spontan dari mulut saya terucap it's soo Indonesia! yah memang benar, setelah kata-kata itu terucap saya selalu menceritakan mengenai kasus yang "sering" saya jumpai di rumah sakit. Maklum saya bangga dengan simbok-simbok desa itu dalam hal ketahanan hidup.
Sering saya menemui di rumah sakit seorang simbok dirawat (dan biasanya dari daerah pegunungan) dengan keluhan lemes, dan hebatnya hasil pemeriksaan Hb dari laboratorium selalu berkisar antara 3 gr% hingga 6 gr% sesuatu yang tidak mungkin kita jumpai di Eropa! Saat saya beruntung mencicipi belajar di sebuah rumah sakit Eropa, dengan Hb pasien yang 10 gr% saja dokter Eropa yang merawat sang pasien bingung bukan kepalang, saya tidak habis pikir, bagaimana bila mereka diserahi pasien simbok-simbok desa ini. Hebat memang dengan Hb begitu rendah orang-orang tersebut masih mampu survive. Namun memang kita perlu prihatin, gambaran tersebut bukan merupakan mutasi gen sehingga mampu menyebabkan simbok desa menjadi seorang Super Simbok sehingga mampu survive dalam kondisi seekstrem tersebut. Gambaran tersebut dikarenakan masih minimnya sikap peduli terhadap kesehatan diri sendiri pada masyarakat desa. Sehingga keluhan-keluhan kecil kadang tidak dirasakan dan akhirnya menjadi bom waktu bagi mereka.
Kebanyakan, anemia yang diderita masyarakat pedesaan bersifat kronis, dan kebanyakan pula berasal dari manifestasi cacingan.
Anemia dalam bahasa latin berarti "tanpa darah" (an-hemia). Anemia sendiri terdiri dari berbagai macam bentuk, tergantung dari bentukan sel darah merah yang dilihat di laboratorium. Dari macam-macam bentuk sel darah merah tersebut, kita mampu mendefinisikan penyebab dari anemia. Semisal bentuk sel darah yang lebih kecil dari normal dapat diakibatkan oleh adanya gangguan dalam sintesis heme / globin, dapat pula sebagai manifestasi kekurangan zat besi dalam tubuh. Sedang anemia dengan sel darah yang relatif masih berukuran normal dapat diakibatkan oleh kehilangan darah akut (misal: trauma) maupun kehilangan darah kronis (misal: cacingan). Anemia kadang juga disebabkan karena adanya kelainan sistem hematopoetik dan juga kebutuhan darah yang meningkat tanpa disertai produksi yang meningkat pula semisal pada kehamilan.

Terapi anemia biasanya tergantung derajad keparahan dan penyebab dari anemia itu sendiri. Pada anemia dengan defisiensi zat besi dapat diberikan suplementasi besi dalam diet, pemberian vitamin C juga dipercaya membantu penyerapan zat besi dalam pencernaan. Pada anemia dengan defisiensi asam folat dan vitamin B12, tentu saja dapat diberikan suplementasi asam folat dan vitamin B12 sebagai tambahan diet. Pada anemia yang diakibatkan karena penyakit ginjal dan kemoterapi dapat diberikan obat-obatan erythropoetin recombinant. Sedang pada kasus simbok desa ataupun kehilangan darah akibat trauma akut tentu saja satu-satunya terapi adalah dengan pemberian transfusi darah.

Well, semoga posting ini bermanfaat bagi kita semua, dan menggugah kesadaran kita akan pentingnya kesehatan pribadi.

Cheers...

Monday, January 14, 2008

Another Incomings


Phew.. Incomings season datang lagi, ini dia kerjaan baru di tahun 2008 dari IFMSA (International Federation of Medical Students Activities), biar udah dianggep tetua di IFMSA tetep aja dapet tugas nemenin incomings dari luar, gapapa lah, itung-itung melatih bahasa inggris saya di bidang klinik.
Incomings dalam term IFMSA adalah sebutan bagi para pelajar kedokteran asing yang beruntung menimba ilmu di negeri orang. Sedang bila pelajar kita yang dikirim ke luar negeri disebut outgoing. Saya pernah merasakan menjadi kedua-duanya saat di Polandia tahun lalu, tapi diawal tahun ini saya kejatuhan sampur untuk lagi-lagi menemani manusia-manusia asing ini. Well, lagi-lagi tugas mulia baik sebagai pendidik, dan sebagai guide!

Cheers..

Saturday, January 12, 2008

Bizzare Food


Sekarang ini saya punya hobi baru setiap rebo malam, nonton Discovery travel 'n living tepatnya apalagi kalo nggak nonton Bizzare Food. Acara kuliner yang menurut saya lebih mak nyuss dari punya bang bondan ini dipandu oleh seorang gourmand asal New York, Andrew Zimmern. Sebenarnya format acaranya simple, jalan-jalan dan makan-makan, mirip acara kuliner serupa, namun yang bikin saya ketagihan buat nonton adalah menu makanan yang disajikan. Mulai dari makan roasted guinea pig di Ecuador, Piranha bakar di hulu Amazone, otak kambing di Morocco sampai makan cacing bakau, balut dan ulat kelapa di Filipina dia jalani, tapi sayang hanya satu yang menurut kita orang Indo makanan lezat, nggak cukup bizzare sih, tapi bikin Andrew muntah, durian.

Entah kenapa durian sangat dibenci oleh kaum barat, katanya sih karena baunya. Dari 15 sejawat saya dari Eropa yang pernah mengunjungi Indonesia hanya 1 orang yang doyan makan duren, itupun monthong, yang baunya kurang menyengat dibanding duren jawa / sumatra. Menurut kita orang melayu dan siam, bau durian bisa dikatakan wangi, dengan tekstur buah manis dan gurih, benar-benar eksotis, rajanya buah!



Saya pernah berandai, bila Andrew shoot acaranya di Solo mungkin bisa tiga episode untuk menjelajah makanan aneh orang Solo. Mari kita sebut, mulai dari tengkleng, otak goreng, gule jerohan kambing (mirip sup jerohan orang Ecuador), sate berbuntel lemak, sate kuda, sate jamu (daging anjing), sate landak, sate cobra sapardi, sate brutu, duren, hingga gudeg ceker Margoyudan. Memang bangsa pemakan segala, lebih parah dari bangsa manapun, hehehe.. Sampai ada joke satire yang mengatakan "kasian anjing di Solo, hampir semua bagian kambing dan sapi habis dimakan manusianya."


Bahkan saya sempat heran, saat saya menemani rekan saya dari Jerman memasak sup ayam, dari sebuah ayam utuh mentah yang dibeli di supermarket, hanya segenggam daging yang dimanfaatkan untuk memasak sepanci sup, sisanya terpaksa kami buat untuk bikin soto, keesokan harinya, dengan sedikit simsalabim, dia bisa juga kena tipu dan akhirnya makan sisa ayamnya, hehe.. selalu banyak akal.

Bila dilihat ada garis merah perbedaan pola makan antara bangsa Eropa dengan orang Solo, orang Eropa cenderung memakan makanan sehat, menghindari jerohan, lemak dan kulit, sehingga apa yang dimakan Andrew Zimmern yang "hampir" serupa dengan makanan kita mereka bilang bizzare. Tidak seperti orang Indonesia dan Solo khususnya, kita memakan hampir semua makanan yang mengandung kolestrol, trigliserid, asam urat tinggi dan dimasak menggunakan minyak dengan asam lemak jenuh, sungguh berapa dari kita yang telah mengalami penyempitan lumen aorta, berapa dari kita yang tidak memiliki plak di arteri koroner dan berapa dari kita telah mengalami degenerasi mitokondria DNA sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi endotel.

Tapi apapun resikonya, saya tetap orang Solo, yang bangga dengan keagungan varietas kulinernya, seperti kata Andrew Zimmern...

"if its look good, eat it!!"
Cheers...