Thursday, March 13, 2008

Avian Influenza ; Fadilah Supari VS US-WHO




Kemaren saya mendapat e-mail yang berisi tentang kelanjutan kasus Siti Fadilah Supari, Menkes Indonesia, yang menulis buku mengenai konspirasi global antara WHO dan pemerintahan George W Bush, dalam memanipulasi spesimen virus H5N1 yang dikirim Indonesia kebadan kesehatan dunia itu. Memang denger-denger sampe sekarang nggak kedengeran gimana nasib spesimen virus itu, apa mereka pikir Indonesia nggak mampu bikin vaksin?

Sekarang kita bisa analogikan, walau agak maksa sih, China memiliki Panda sebagai binatang nasional, binatang yang tidak dimiliki negara lain, jadi kebun binatang manapun di dunia yang ingin memajang Panda di tempatnya, harus membayar royalti yang tidak sedikit untuk pemerintah China, denger-denger dari National Geographic, Royal London Zoo harus merelakan ribuan Pounds setahun untuk memajang giant panda di kebun biinatang nya. Sekarang dengan Indonesia, flu burung yang konon ditemukan 58 varian asal Indonesia, seenaknya aja diambil tanpa bayar royalti. Dasar, negara kita emang selalu diinjek-injek, kenapa juga sih Pindad nggak coba bikin senjata biologis berisi virus H5N1, atau dikirim aja ke Ahmadinejad, yang jelas-jelas sahabat kita, biar mereka bisa serang Israel dengan jumawa. Emang nggak ada habisnya bila mau menghujat si "polisi dunia" itu.. dasar Kampret!

Ini cuplikan e-mailnya..




Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (59) bikin gerah World Health Organization (WHO) dan Pemerintah Amerika Serikat (AS).Fadilah berhasil menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1). Setelah virus itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusaha an dari negara maju memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga mahal dinegara berkembang, termasuk Indonesia .

Fadilah menuangkannya dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung.
Selain dalam edisi Bahasa Indonesia, Siti juga meluncurkan buku yang sama dalam versi Bahasa Inggris dengan judul It's Time for the World to Change.

Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakukan negara adikuasa dengan cara mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung. "Saya mengira mereka mencari keuntungan dari penyebaran flu burung dengan menjual vaksin ke negara kita," ujar Fadilah kepada Persda Network di Jakarta , Kamis (21/2).

Situs berita Australia , The Age, mengutip buku Fadilah dengan mengatakan, Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata biologi dari penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan memproduksi senjata biologi.

Karena itu pula, bukunya dalam versi bahasa Inggris menuai protes dari petinggi WHO. "Kegerahan itu saya tidak tanggapi. Kalau mereka gerah, monggo mawon. Betul apa nggak, mari kita buktikan. Kita bukan saja dibikin gerah, tetapi juga kelaparan dan kemiskinan.
Negara-negara maju menidas kita, lewat WTO, lewat Freeport , dan lain-lain. Coba kalau tidak ada kita sudah kaya," ujarnya.

Fadilah mengatakan, edisi perdana bukunya dicetak masing-masing 1.000 eksemplar untuk cetakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Total sebanyak 2000 buku.

"Saat ini banyak yang meminta jadi dalam waktu dekat saya akan mencetak cetakan kedua dalam jumlah besar. Kalau cetakan pertama dicetak penerbitan kecil, tapi untuk rencana ini, saya sedang mencari bicarakan dengan penerbitan besar," katanya.

Selain mencetak ulang bukunya, perempuan kelahiran Solo, 6 November 1950, mengatakan telah menyiapkan buku jilid kedua. "Saya sedang menulis jilid kedua. Di dalam buku itu akan saya beberkan semua bagaimana pengalaman saya. Bagaimana saya mengirimkan 58 virus, tetapi saya dikirimkan virus yang sudah berubah dalam bentuk kelontongan. Virus yang saya kirimkan dari Indonesia diubah-ubah Pemerintahan George Bush," ujar menteri kesehatan pertama Indonesia dari kalangan perempuan ini.

Siti enggan berkomentar tentang permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memintanya menarik buku dari peredaran.
"Bukunya sudah habis. Yang versi bahasa Indonesia , sebagian, sekitar 500 buku saya bagi-bagikan gratis, sebagian lagi dijual ditoko buku. Yang bahasa Inggris dijual," katanya sembari mengatakan, tidak mungkin lagi menarik buku dari peredaran.

Pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku setebal 182 halaman itu. Mengubah Kebijakan Apapun komentar pemerintah AS dan WHO, Fadilah sudah membikin sejarah dunia.

Gara-gara protesnya terhadap perlakuan diskriminatif soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah kebijakan fundamentalnya yang sudah dipakai selama 50 tahun. Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi di Indonesia pada 2005.

Majalah The Economist London menempatkan Fadilah sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak flu burung. "Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yaitu transparansi, " tulis The Economist.

The Economist, seperti ditulis Asro Kamal Rokan di Republika, edisi pekan lalu, mengurai, Fadilah mulai curiga saat Indonesia juga terkena endemik flu burung 2005 silam. Ia kelabakan. Obat tamiflu harus ada. Namun aneh, obat tersebut justru diborong negara-negara kaya yang tak terkena kasus flu burung.

Di tengah upayanya mencari obat flu burung, dengan alasan penentuan diagnosis, WHO melalui WHO Collaborating Center (WHO CC) diHongkong memerintahkannya untuk menyerahkan sampel spesimen.
Mulanya, perintah itu diikuti Fadilah. Namun, ia juga meminta laboratorium litbangkes melakukan penelitian. Hasilnya ternyata sama. Tapi, mengapa WHO CC meminta sampel dikirim ke Hongkong?

Fadilah merasa ada suatu yang aneh. Ia terbayang korban flu burung di Vietnam . Sampel virus orang Vietnam yang telah meninggal itu diambil dan dikirim ke WHO CC untuk dilakukan risk assessment, diagnosis, dan kemudian dibuat bibit virus.

Dari bibit virus inilah dibuat vaksin. Dari sinilah, ia menemukan fakta, pembuat vaksin itu adalah perusahaan-perusahaan besar dari negara maju, negara kaya, yang tak terkena flu burung. Mereka mengambilnya dari Vietnam , negara korban, kemudian menjualnya keseluruh dunia tanpa izin. Tanpa kompensasi.

Fadilah marah. Ia merasa kedaulatan, harga diri, hak, dan martabat negara-negara tak mampu telah dipermainkan atas dalih Global Influenza Surveilance Network (GISN) WHO. Badan ini sangat berkuasa dan telah menjalani praktik selama 50 tahun. Mereka telah memerintahkan lebih dari 110 negara untuk mengirim spesimen virus flu ke GISN tanpa bisa menolak.Virus itu menjadi milik mereka, dan mereka berhak memprosesnya menjadi vaksin.

Di saat keraguan atas WHO, Fadilah kembali menemukan fakta bahwa para ilmuwan tidak dapat mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan WHO CC.Data itu, uniknya, disimpan di Los Alamos National Laboratoty di New Mexico , AS. Di sini, dari 15 grup peneliti hanya ada empat orang dari WHO, selebihnya tak diketahui.
Los Alamos ternyata berada di bawah kementerian Energi AS. Di lab inilah duhulu dirancang bom atom Hiroshima . Lalu untuk apa data itu, untuk vaksin atau senjata kimia?

Fadilah tak membiarkan situasi ini. Ia minta WHO membuka data itu. Data DNA virus H5N1 harus dibuka, tidak boleh hanya dikuasai kelompok tertentu. Ia berusaha keras. Dan, berhasil. Pada 8 Agustus 2006, WHO mengirim data itu. Ilmuwan dunia yang selama ini gagal mendobrak ketertutupan Los Alamos , memujinya.

Majalah The Economist menyebut peristiwa ini sebagai revolusi bagi transparansi. Tidak berhenti di situ. Siti Fadilah terus mengejar WHO CC agar mengembalikan 58 virus asal Indonesia , yang konon telah ditempatkan diBio Health Security, lembaga penelitian senjata biologi Pentagon.

Ini jelas tak mudah. Tapi, ia terus berjuang hingga tercipta pertukaran virus yang adil, transparan, dan setara. Ia juga terus melawan dengan cara tidak lagi mau mengirim spesimen virus yang diminta WHO, selama mekanisme itu mengikuti GISN, yang imperialistik dan membahayakan dunia.

Dan, perlawanan itu tidak sia-sia. Meski Fadilah dikecam WHO dan dianggap menghambat penelitian, namun pada akhirnya dalam sidang Pertemuan Kesehatan Sedunia di Jenewa Mei 2007, International Government Meeting (IGM) WHO diakhirnya menyetujui segala tuntutan Fadilah, yaitu sharing virus disetujui dan GISN dihapuskan.

10 Kumentar:

Anonymous said...

Etika Islam melarang perang menggunakan racun. (dalam hal ini virus dianggap racun)

Cardio Chef said...

hehehe..bener banget, tapi oom bush masih suka bikin tuh...

Andri Journal said...

Bie...Ntar kalo kamu jd menteri niru bu Fadilah aja ya bie...Jangan maw didikte ama orang...Pun orang itu punya kuasa...Tp ya kudu punya becking...Kalo gak,bisa mati konyol km...hehe.. ^_^
Aku maw nyari bukunya bie...Yg versi Indonesia aja...Kira2 stoknya yg masih ada dimana ya?

Cardio Chef said...

waduh mas, masalah stok coba wae tanya adiknya bu fadilah di lab Kimia FKUNS, hehehe...

Tinaa said...

sopo adiknya Bu Fadillah di lab kimia UNS?

Yudhi Gejali, dr. said...

Katanya Indonesia mu bikin antivirus dan vaksin sendiri? Dananya ada gak yah??
Indonesia ini masih kurag menghargai dunia Research..
Hiks..
Bu Menkes, Glakkan penelitian kedokteran di Indonesia dunk...

Regards,

Andri Journal said...

Siapa adiknya bu fadilah?Kenalne bie...Eee siapa taw dapet diskon spesial...halah.

Cardio Chef said...

@tinaa & andri

halaaaah kok ga ngerti seeeh...
Siti Aisyah Apt. Dosen kimia FK UNS..
Kalo dah dapet bukunya pinjem yaaa. halaaah,,
@yudhi
when there's a will there's a way..

Anonymous said...

pada gak tau ya: Bu Siti Aisyah itu sudah diangkat jadi salah satu deputi di balai POM, lucunya umurnya sudah lewat masa pensiun, padahal deputi lain pas usia pensiun langsung dilengserkan si Ibu. Jadi hati2 deh dengan slogan bu Menkes... KKN masih jalan teruuussss tuh, mengecewakan...

Widodo Saputra said...

Dear dr. Habibie,
Salam kenal dok, saya calon rekan sejawat dokter, saya sedang kuliah di FK Unand.

Kalau ada waktu, saya sangat berharap dokter bisa mengunjungi web saya. Saya masih belajar dok, jadi isi webnya juga ala kadar. Mohon bimbingan dari dokter juga dalam mengembangkannya..

Salam hormat saya,
Widodo Saputra