Wednesday, October 31, 2007

Apoptosis..



4JJ telah menanamkan software pada setiap mahluk ciptaanya yang menurut saya terhebat dari software manapun yang telah berhasil diciptakan di dunia, software yang saya maksud adalah apoptosis. Apoptosis atau bahasa awamnya programmed cell death, atau kematian sel terprogram, adalah suatu program yang ditanam di setiap organisme multiseluler untuk pengendalian jumlah dan pembaharuan sel. Bayangkan jika apoptosis tidak terjadi, mulai dari masa pembuahan manusia, dimana bila tidak terjadi apoptosis tidak akan ada pembelahan endo, meso, ektoderm, sehingga saat menginjak 9 bulan pasca konsepsipun manusia hanya terbentuk sebagai mudigah yang besar, tidak akan ada yang namanya kulit, organ ataupun jaringan tulang dan saraf, apalagi sel-sel epitel yang selalu melindungi organ-organ kita. Apoptosis menyebabkan terjadinya pemisahan endo, meso dan ektoderm.
Alangkah menderita juga kita bila program apoptosis tidak berfungsi normal, pertumbuhan sel abnormal, sel-sel imortal, yang setiap saat membelah, memperbanyak diri tanpa ada kematian sel tua, cancer akan menjadi satu-satunya mimpi buruk yang setiap saat akan menghantui hidup kita.


Kunci dari program maha hebat ini adalah sebuah protein yang bernama caspase, tanpa protein ini apoptosis tidaklah mungkin terjadi. Caspase disekresikan oleh mitokondria suatu sel, dengan bantuan beberapa mediator kimiawi. Enzim caspase kemudian akan mengaktifasi apoptosis pada sel dan voila program dahsyat ini terjadi..
Maha besar 4JJ yang menciptakan program maha dahsyat dan indah ini..

ketika sebuah sel berniat bunuh diri, ces't magnifique...

Wednesday, October 24, 2007

Le Bistro..


Kata-kata bistro, yang sekarang lagi ngetren di jagad kuliner Indonesia awalnya beasal dari kafe-kafe jalanan yang menjamur di daerah Paris dan sekitarnya, nama ini kemudian sering diadaptasi oleh pengusaha-pengusaha kuliner untuk menginternasionalkan nama warung makannya atau sekedar biar keren, hehe padahal nama "warung" menurut saya lebih keren dari sekedar bistro atau bistrot.
Bistro sendiri memang menjadi ikon kuliner Paris, yang dipenuhi kafe-kafe romantis di hampir seluruh sudut kota. Bahkan lukisan Mentor Huebner diatas, yang digambar tahun 1962, melukiskan authenticity sebuah bistro yang berada di depan Pantheon, temple de la nation.
Tau atau ngga tau tuh para pengusaha resto yang asal comot bahasa orang tentang asal nama bistro, sebenernya bukan kata asli dari bahasa Prancis, nama Bistro sendiri dikenal oleh warga Prancis saat Perang Napoleonic, dimana saat tentara Russia merangsek masuk La ville de lumiere. Gara-gara bertempur tak kenal lelah, tapi laper juga, tentara Russia terpaksa makan di banyak warung yang tersebar di seantero Paris, mungkin saking kelaparannya orang-orang Russia berteriak-teriak pada mpunya warung dengan bahasa быстро! быстро! yang kalo dilatinkan berarti Bistro! Bistro! atau Inggrisnya Quickly! yang kalo di Indonesiakan "cepetan bos!"
Alhasil sekarang, makanan yang disajikan di kafe dengan sistem cepat mungkin kalo di Amrik orang kenalnya fast food, dinamakan sejak saat itu menjadi bistro. Dan bistro biasanya menyajikan makanan yang ga bertele-tele membuatnya kalo di Prancis sendiri, bistro biasa menyajikan steak au poivre, French onion soup, dan coq au vin, namun seiring berkembanya jaman, makanan yang disajikan di Bistro pun semakin
beragam, namun tetep simpel.
Beruntung juga kemaren sempet nyobain makan siang disebuah bistro laris di sudut kota Strassbourg dan Paris, untuk ulasanya yang satu ini tunggu posting saya berikutnya...

Merci, Au Revoir..

Sunday, October 14, 2007

sate samirono


lebaran hari ke-3 kami sekeluarga berencana melancongke Jogja untuk bersilaturrahim kekeluarga besar ibu, sengaja kami berangkat siang hari agar kami dapat merasakan makan sian di Jogja. Pilihan kami pada waktu itu adalah sate kambing, maklum sudah sebulan puasa sate kambing. SAMIRONO, sebuah warung sate kambing dengan model jagrak Solo (bumbu kecap) tenar di Jogja akan kami jajal siang itu, kesan pertama kami kepada warung sate itu adalah penuh, banyak terlihat orang-orang dengan aksen ibukota dan beberapa warga jogja bejibun memadati warung sate samirono. Sebagai main course kami pesan sate kambing spesial, sate buntel, gule dan tongseng, lengkap dengan nasi dan es teh.
Suapan pertama sate, saya sudah kecewa, apalagi melihat penampilan tongseng dan gulenya, kemudian saya bertanya dalam diri saya, ada apa gerangan pada penikmat sate samirono ini? apa mereka belom pernah merasakan sate kambing Solo? Jauuuuh sekali kualitasnya... Bagaimana warung ini dapat bertahan berpuluh tahun hingga dapat membuka 4 cabang (kesemuanya di jOgja, mungkin tidak berani ekspansi ke Solo, karena jelas tidak laku, hehe..)
Dalam menikmati sate ada 3 kriteria pembuatan yang harus dipenuhi, yang pertama adalah kelembutan dan keempukan daging, dalam hal ini sate samirono emang bagus dalam mengolah daging kambing lembut dan empuk, untuk mendapatkan daging yang empuk dan lembut, biasanya pedagang memilih daging cempe (anak kambing) atau merendamnya dalam larutan nanas atau daun pepaya. Poin kedua yaitu output aroma sate, dapat diakali dari bumbu celupan sebelum pembakaran, car amembakar, dan penambahan gajih kambing dalam tusukan sate, aroma Sate samirono sangatlah tidak sedap, rasanyapun kurang nendang banget, dan yang paling memprihatinkan masih prengus kambing, sebagai catatan, prengus kambing memang sebagai aroma yang kadang boleh muncul dalam ste kambing, namun harus diminimalisir mungkin atau dihilangkan, agar si penikmat sate tidak terganggu.
Poin ketiga dan yang terpenting dalam pembuatan sate jagrak Solo ialah finishing touch nya, Kecap kelas wahid diperlukan, kecap khusus sate, dalam pemenuhan poin ketiga inipun Samirono tampaknya gagal dalam memanjakan lidah kami, para penikmat sate gagrak Solo.
Siang itu hanya umpatan yang ada dalam benak saya dan keluarga, selain itu sate buntel kok dibakar mirip steak, menggunakan jepit barbeque tanpa disunduk, kahanan opo maneh iki... dan bungkus lemak yang digunakan untuk membuntel daging cacah, prengusnya setengah mati.
Keadaan ini diperburuk dengan cara penyajian tongseng, tongseng kok dimasak pake kompor gas, ya aromanya nggak masuk, dan cuernya kaya duduh sop, mana kobis yang digunakan masih mentah, jadi tidak ikut dimasak, sungguh bikin males...
Masalah gule lain lagi problemnya, usus masih dibiarkan panjang, jadi nggak dpotong-potong pendek dulu. oalahhh... kami sungguh malu bila tau ada makanan kaya gini kok jadi acuan di Jogja...
Bu tutik dan pak Bejo solo, kalian tetap nomer 1...

Saturday, October 13, 2007

international cuisine # 7 Foie Gras



Kalau di Indonesia ada sapi glonggong, beda lagi dengan Prancis, mereka punya yang namanya Bebek Glonggong. Ada persamaan di kedua "hewan" glonggongan ini yaitu menaikkan harga produk daging akhir. Tapi biasa lah, hehe.. Indonesia selalu memakainya untuk tindakan curang dan kriminal. Dan beda keduanya kalo sapi glonggongan, butcher mengglonggong dengan air, tapi kalo bebek glonggongan, butcher mengglonggongnya dengan makanan ternak.

Bebek glonggongan ini sengaja dibikin "gemuk" dengan force feeding makanan ternak untuk mendapatkan bebek yang sedikit berpenyakit, kata istilah kedokterannya sih fatty liver atau perlemakan hati. Kata orang Prancis, hati bebek yang berlemak lebih nikmat sebagai bahan pangan, dasar gourman-gourman tidak berperi kehewanan..

Foie Gras dibikin dengan menghancurkan fatty liver tersebut dan dicanned, kemudian dapat dibikin makanan olahan atau sekedar spreading untuk sour dough bread, atau sekedar baguette, mirip dengan kaviar (Sturgeon Egg) dari Russia. Dan canning foie gras ini dijual dengan harga Masya4JJ tinggi.. sekaleng foie grass ukuran 150 gram bisa dijual dengan harga 100 Euroo!!!

Sempet sih mampir di sebuah toko keluarga yang jual Foie Gras di Strasbourg, tapi begitu liat harganya, wah jiper banget buat nyobain, hehehe.. maklum orang Indonesia, makanan Indonesia lebih enak kali yaaah..
ada sih rencana bikin Foie Gras sendiri di Indonesia, tapi mending makan bebek Slamet Kartosuro, paling juga lebih enak, hehehe...
viva makanan Indonesia.

Wednesday, October 10, 2007

International Cuisine #6 Kougelhopf






Ditilik dari namanya roti khas Strasbourg ini mirip nama dari Jerman, emang bener, dulu Strasbourg memang salah satu kota Jermanyang hilang saat WWII. Kougelhopf, roti yang menjadi icon Strasbourg selain Stork(bangau pembawa bayi dari mitologi barat) nya. Banyak cetakan-cetakan Kougelhopf yang dijual sebagai souvenir khas Strasbourg, mulai dari ukuran mini (diameter 10cm) sampai loyang ukuran maxi semua tersedia, tidak lupa semua cetakan Kougelhopf dibuat dari porselen.
Kata buku panduan kami, Kougelhopf terenak bisa didapat di daerah sekitar Austerlitz, penasaran dengan rasa roti bertabur gula halus ini, Austerlitz merupakan tujuan pertama saya setelah tiba di Gare du Strasbourg. Kata orang Eropa sih mak nyuss, kata teman saya, Lina Waibel juga must to try.. ga bakal nyesel..
Sesampai di pattiserie di sekitar Austerlitz, langsung saja saya merogoh 6Euro untuk 2 Kougelhopf kecil, rencananya akan saya berikan pada Chris, teman Jerman yang menemani kami pada perjalanan itu. Tak dinyana setelah dicoba gigitan pertama, hahahaha.. dalam hati saya ngga ada bedanya dengan donat kentang berbungkus gula halus pemberian almarhumah simbah saya yang dari Jogja..
Oalah... jadi ini to rasa Kougelhopf, paling tidak, sayasudah pernah merasakannya sebagai pengalaman..